Seiring kebutuhan akan ruang yang bertambah maka, hunian pun bisa bertumbuh. Dan tidak menutup kemungkinan hunian yang sejak awal dibangun sesempurna mungkin kemudian membutuhkan renovasi untuk melengkapi atau menambah fungsinya.
“Misalnya, renovasi dilakukan untuk menambah kamar untuk anak yang baru lahir atau untuk orangtua yang akan tinggal di rumah,” kata Ir. Alfred Wiran dari In A House. Ia menambahkan, renovasi dengan menambah bangunan ke samping terhitung mudah, karena yang diperlukan hanyalah menambah fondasi baru untuk menambah luas hunian. “Berbeda dengan renovasi untuk menambah bangunan ke atas. Jika demikian, kita harus menyiapkan struktur bangunan agar kuat menopang area baru di atas. Struktur bangunan ini sangat penting agar bangunan menjadi kuat,” lanjut bapak dua anak ini.
Setelah menentukan area mana yang akan dikembangkan atau diubah, bangunan pun akan digambar atau dibuat rancangannya. Hal ini, ujar Alfred, membutuhkan jasa arsitek yang sudah berpengalaman. “Jadi, pada tahap penggambaran rencana bangunan ini, tak bisa sembarangan digambar orang. Bayangkan saja, rumah yang tadinya memiliki satu lantai kemudian akan dibuat menjadi dua lantai. Tentu, ini butuh perhitungan yang tepat,” tambahnya.
Setelah itu, baru masuk pada tahap perhitungan biaya yang diawali dengan penawaran RAB alias Rencana Anggaran Biaya, meliputi rincian sejak dari fondasi. ”Kemudian, memasuki tahap pengerjaan, semua diserahkan pada pemilik rumah. Apakah akan memercayakan pada arsitek sebagai kontraktor?”
Sebelum menentukan untuk mempercayakan proyek renovasi pada arsitek atau tukang, perhatikan dulu penjelasan berikut ini :
a. Buat Rancangan
Saat hendak renovasi kecil-kecil, contohnya meluaskan area kamar mandi, Alfred berpendapat, cukup menggunakan jasa tukang. “Akan berbeda jika renovasi dilakukan besar-besaran. Ini memerlukan perhitungan arsitek juga. Bisa juga arsitek hanya menggambar rancangan, kemudian pembangunan diserahkan ke tukang. Namun belum tentu semua tukang bisa membaca rancangan dengan benar,” tukas Alfred.
Sementara jika proyek renovasi diserahkan pada arsitek mulai dari rancangan hingga supervisi, hasilnya akan sesuai dengan perhitungan dan keinginan yang penghuni kemukakan di awal proyek. “Karena seorang arsitek itu selain mengawasi juga akan bertanggungjawab terhadap hasil renovasi atau pembangunan.”
b. Perhitungan Biaya
Secara biaya, menggunakan jasa arsitek tentu akan lebih mahal. Sementara untuk tukang, upah pun akan berbeda-beda tergantung “jabatannya”. Pasalnya, selain tukang juga dikenal istilah kepala tukang, kernet, kepala kernet, setengah tukang, dan setengah kernet.
Sementara saat menggunakan jasa arsitek, umumnya akan dikenakan komisi sebesar sepuluh hingga dua puluh persen dari total proyek. “Angka ini ditentukan oleh apa saja yang ia kerjakan, apakah termasuk supervisi dan menggambar atau tidak,” urai Alfred. Jasa arsitek lebih diperlukan jika renovasi membutuhkan banyak detail, karena perhitungan skala pun harus dikerjakan secara rinci dan tepat.
Di samping itu, penambahan biaya pun bisa saja terjadi di tengah pembangunan. “Biasanya diberlakukan biaya tambah kurang atau adendum yang tercantum di belakang surat perjanjian. Misalnya, tidak jadi memakai bathtub tapi shower . Atau mengganti lantai keramik dengan marmer, itu ada perundingan biaya lagi, bisa bertambah atau berkurang.”
Hal sama terjadi pada tukang jika di tengah jalan ada perombakan bangunan. Pasalnya, ketika bangunan tak selesai sesuai rencana, maka upah harian pun akan bertambah.
c. Pola Komunikasi
Arsitek juga bertugas untuk menjembatani komunikasi antara pemilik rumah dengan tukang. “Bicara dengan tukang itu susah, lo. Karena kadang bahasa atau istilah yang disampaikan berbeda dan belum tentu langsung dimengerti. Apa yang diinginkan penghuni bisa ditanggapi berbeda, begiru pula sebaliknya.”
Sementara arsitek, mengingat bidang pekerjaannya, tentu sudah berpengalaman membicarakan hal-hal teknis bersama tukang. “Apalagi bila tukangnya sudah langganan mengerjakan proyek Si Arsitek. Pemilik rumah tidak perlu lagi berhubungan langsung dengan tukang, melainkan langsung arsitek yang berhubungan dengan kepala tukang atau mandor,” tambahnya.
Lebih lanjut Alfred mengakui, banyak tukang dengan pengetahuan tentang bangunan yang sangat hebat meski tak menempuh pendidikan khusus.
“Mereka banyak belajar dan bereksperimen dari lapangan. Tukang sejago apa pun biasanya belajar dulu dari awal sebagai kenek alias pembuat adukan semen. Nah, sebagai saran, merekrut tukang dengan latar belakang tempat tinggal atau domisili yang sama, biasanya lebih mudah dan kompak komunikasinya,” ujar Alfred.
d. Waktu Pengerjaan
Banyak yang beranggapan bahwa memakai arsitek akan memakan waktu lebih lama dibanding langsung berhubungan dengan tukang. Alfred mengemukakan bahwa lama atau sebentarnya pengerjaan sangat relatif. “Arsitek memiliki rancangan yang rinci berupa gambar lengkap dari ukuran kamar, ukuran furnitur, lalu-lintas pergerakan ruang, dan perhitungan lokasi berdasarkan fengsui atau sirkulasi udara,” ungkap Alfred.
Mungkin itulah yang membuat pengerjaan terasa lebih lama. Padahal, Alfred menambahkan, memakai tukang pun bisa berisiko lebih lama jika bangunan tak sesuai dengan keiginan atau gambar. “Karena, kan, penghuni akan minta tukang membongkar bangunan dan mengulangnya sesuai keinginan awal.”
COMMENTS