Asal usul atap genteng tanah liat (roof tile) jika ditelusuri lebih lanjut adalah berasal dari China, selama Zaman Neolitikum, dimulai sekitar 10.000 SM, dan Timur Tengah, beberapa waktu kemudian. Dari wilayah ini, penggunaan genteng tanah liat tersebar ke seluruh Asia dan Eropa. Tidak hanya orang Mesir kuno dan Babel, tetapi juga bangunan Yunani dan Romawi mereka menggunakan atap dan ubin dari tanah liat. Temuan awal genteng tanah liat di Yunani kuno berasal dari daerah disekitar Korintus (Yunani), dimana genteng mulai menggantikan atap jerami di dua kuil Apollo dan Poseidon antara 700-650 SM. Tradisi ini terus berlanjut di Eropa hingga saat ini. Kemudian orang Eropa membawa tradisi atap tanah liat ini hingga ke Amerika sekitar pada abad ke-17.
Para Arkeolog pun telah menemukan spesimen dari genteng tanah liat dari pemukiman 1.585 dari Roanoke Island di North Carolina. Genteng tanah liat juga digunakan di Inggris pada awal terbentuknya pemukiman di Jamestown, Virginia, dan dekat St Mary di Maryland. Genteng tanah liat juga digunakan saat perjanjian Spanyol di St. Augustine - Florida, serta pada saat perjanjian antara Perancis dan Spanyol di New Orleans.
Pemukim Belanda di pantai timur pertama kali mengimpor ubin dan genteng tanah liat dari Holland. Pada Th. 1650, mereka telah mendirikan produksi skala besar dari ubin dan genteng tanah liat di atas Sungai Hudson Valley, mengirimkannya ke New Amsterdam. Produksi genteng secara manufaktur dilakukan sekitar waktu Revolusi Amerika, menawarkan baik ubin berwarna dan mengkilap maupun tanpa glasir - genteng terakota alam, di wilayah Kota New York dan New Jersey. Sebuah surat kabar New York Th. 1774 telah mengiklankan ketersediaan diproduksinya secara lokal, ubin mengkilap dan genteng tanpa glasir untuk dijual yang dijamin "tahan cuaca apapun". Genteng tanah liat di daerah pantai barat, pertama kali diproduksi dalam cetakan kayu pada tahun 1780 di Mission San Antonio de Padua - California oleh Neophytes India di bawah arahan misionaris Spanyol.
Faktor yang paling signifikan dalam mempopulerkan atap genteng tanah liat selama periode kolonial di Amerika adalah karena ketahanannya terhadap api. Kebakaran dahsyat di London, Th. 1666 dan Boston pada Th. 1679, telah mendorong standarisasi bahan bangunan dan pengenalan kode api di New York dan Boston. Standarisasi kode api ini masih tetap berlaku selama hampir dua abad, dan mendorong penggunaan genteng tanah liat untuk atap, terutama di daerah perkotaan, karena kualitas tahan api nya. Atap genteng tanah liat ini juga disukai karena daya tahannya, kemudahan pemeliharaan dan dapat meredam suhu panas dari luar.
Popularitas genteng tanah liat di sebagian besar Amerika Serikat kawasan timur laut selama kuartal ke-2 abad ke-19, mulai mengalami penurunan. Hal ini disebabkan adanya penggunaan atap sirap dari kayu yang mulai digunakan secara luas, harganya lebih terjangkau dan jauh lebih ringan. Selain itu, bahan-bahan tahan api baru telah dan dapat digunakan untuk atap, terbuat dari logam seperti tembaga, besi, tinplate, seng, dan besi galvanis. Selain bobotnya berat juga penampilan genteng tanah liat tidak lagi modis. Tahun 1830 genteng tanah liat mengalami penurunan popularitas yang drastis di negara itu.
Revival Style merubah daya tarik atap genteng tanah liat
Pada abad mid19th, pengenalan gaya arsitektur ‘Villa Italianate’ di Amerika Serikat telah mendorong minat baru dalam penggunaan genteng tanah liat untuk atap. Ini memiliki efek revitalisasi industri manufaktur genteng tanah liat. Dan pada era 1870-an, telah terbentuk pabrik-pabrik baru termasuk pabrik besar di Akron, Ohio, Baltimore, dan Maryland. Kemudian genteng tanah liat dipromosikan oleh Pameran Centennial di Philadelphia pada Th. 1876, yang menampilkan bangunan, termasuk sebuah paviliun untuk negara bagian New Jersey beratap dengan genteng tanah liat yang berasal dari industry manufaktur lokal. Pada Th. 1870-an, Tile membuat mesin pembuat genteng untuk pertama kali dan telah dipatenkannya. Meskipun atap genteng liat banyak yang terus dibuat dengan tangan, tetapi pada Th. 1880-an pabrik mulai semakin banyak menggunakan mesin. Perkembangan gaya Kebangkitan arsitektur Romawi pada Th. 1890 semakin memperkuat peran genteng tanah liat sebagai bahan bangunan di Amerika.
Alternatif pengganti untuk genteng tanah liat pun mulai dibuat dalam rangka memenuhi permintaan baru. Di sekitar Th. 1855, atap lembaran logam yang dirancang dengan meniru pola genteng tanah liat sudah diproduksi. Biasanya dicat warna terra cotta alami untuk meniru warna genteng tanah liat yang asli. Atap lembaran logam ini menjadi populer karena mereka lebih murah dan lebih ringan, serta lebih mudah untuk pengaplikasiannya jika dibandingkan dengan atap genteng tanah liat.
Genteng tanah liat sekali lagi telah mengalami penurunan popularitas dalam tempo yang singkat yaitu pada akhir abad ke-19. Akan tetapi sekali lagi memperoleh penerimaannya kembali di abad ke-20, terutama disebabkan oleh popularitas gaya arsitektur Revival Romantic, termasuk Mission, Spanyol, Mediterania, Georgia dan Renaissance Revival di mana atap genteng tanah liat lebih menonjol. Pabrikan baru pun kembali bermunculan di daerah-daerah seperti Alfred, New York, New Lexington, Ohio, Lincoln, California, dan Atlanta, Georgia, serta Indiana, Illinois dan Kansas. Popularitas atap genteng tanah liat, dan bahan atap pengganti lainnya, terus meningkat di abad ke-20, terutama di daerah Selatan dan Barat Florida dan California, dimana gaya arsitektur Mediterania dan Spanyol masih tetap mendominasi.
Awal bentuk ubin/genteng tanah liat
Selama abad 17 dan 18 jenis yang paling umum dari genteng tanah liat yang digunakan di Amerika adalah yang berbentuk datar dan persegi panjang. Mereka mengukur sekitar 10 "x 6" x 1/2 "(25cm x 15cm x 1.25cm), dan memiliki dua lubang paku atau pasak pada salah satu ujung. Selain genteng berbentuk datar, juga ada yang berbentuk S, digunakan pada abad ke-18. Genteng ini dibentuk oleh tanah liat dengan menggunakan cetakan dari kayu, dan umumnya disebut pan, ubin bengkok, atau Flemish, rata-rata berukuran sekitar 14 1/2. "x 9 1/2" (37cm x 24cm. Genteng tanah liat pada bangunan di pemukiman abad mid18th Moravia di Pennsylvania sangat mirip dengan yang digunakan di Jerman, berukuran sekitar 14" 15" panjang x 6" 7" lebar (36cm 38cm x 15cm 18cm) dengan popor melengkung, dan dengan alur vertikal untuk membantu drainase. Mereka juga dirancang dengan lug atau pena pada bagian belakang sehingga genteng bisa bertahan pada reng tanpa paku atau pasak.
Genteng tanah liat di Indonesia
Indonesia telah mengenal tanah liat sebelum abad ke-20, saat itu sudah banyak warga yang membuat gerabah untuk alat-alat rumah tangga seperti tungku, gentong, padasan, blengker, jambangan, kendil, cowek, dan jubek dari tanah liat. Kerajinan tanah liat masih terus berlangsung sampai saat ini, keahlian turun-temurun tersebut konon merupakan hasil interaksi dengan kebudayaan China. Warisan keahlian membuat kerajinan tanah liat tersebut akhirnya berlanjut hingga pada pembuatan genteng dari tanah liat.
Kerajinan genteng muncul sekitar tahun 1920-an. Saat itu, pemerintah kolonial Belanda melakukan penelitian untuk memetakan daerah-daerah yang memiliki tanah (liat) bagus untuk bahan atap bangunan.
Saat itu, dibentuklah Balai Keramik di Bandung. Beberapa daerah pengahasil tanah liat termasuk daerah Plered, Banyuwangi, Kebumen merupakan salah satu dari sejumlah daerah yang memiliki potensi sentra genteng. Genteng-genteng tersebut dibuat untuk memenuhi pembangunan infrastruktur termasuk untuk dijadikan atap pabrik gula.
Pengenalan genteng sebagai atap juga dilakukan oleh tim kesehatan Belanda. Misi kesehatan dilakukan karena saat itu terjadi wabah pes. Saat itu, banyak tenaga kerja pribumi yang tidak bisa maksimal karena terserang penyakit tersebut. Terungkap bahwa ternyata sebagian besar rumah yang saat itu masih beratap rumbia menjadi penyebab penularan pes. Sebab atap sering dijadikan sarang tikus penyebab pes. Sejak saat itulah pembuatan genteng tanah liat di Indonesia semakin berkembang pesat hingga sekarang ini.
Saat itu, dibentuklah Balai Keramik di Bandung. Beberapa daerah pengahasil tanah liat termasuk daerah Plered, Banyuwangi, Kebumen merupakan salah satu dari sejumlah daerah yang memiliki potensi sentra genteng. Genteng-genteng tersebut dibuat untuk memenuhi pembangunan infrastruktur termasuk untuk dijadikan atap pabrik gula.
Pengenalan genteng sebagai atap juga dilakukan oleh tim kesehatan Belanda. Misi kesehatan dilakukan karena saat itu terjadi wabah pes. Saat itu, banyak tenaga kerja pribumi yang tidak bisa maksimal karena terserang penyakit tersebut. Terungkap bahwa ternyata sebagian besar rumah yang saat itu masih beratap rumbia menjadi penyebab penularan pes. Sebab atap sering dijadikan sarang tikus penyebab pes. Sejak saat itulah pembuatan genteng tanah liat di Indonesia semakin berkembang pesat hingga sekarang ini.
Nah bagaimana sudah jelaskan bagaimana asal usul genteng tercipta dan sangat berguna hingga saat sekarang. Terus berkarya dan tetap semangat!
Sumber foto dan materi: dari berbagai sumber.
Powered by cat genteng: Tamitex & Panatex.
COMMENTS